BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada zaman sekarang ini banyak yang menderita diabetes mellitus. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, bahwa 177 juta penduduk dunia mengidap diabetes. Jumlah ini akan meningkat hingga melebihi 300 juta pada tahun 2025. Dr. Paul Zimmet, direktur dari Internasional Diabetes Institute (IDI) di Victoria, Australia, meramalkan bahwa diabetes akan menjadi epidemik yang paling dahsyat dalam sejarah manusia. Diabetes juga menyebar lebih cepat di asia dibandingkan daerah mana pun di seluruh dunia. Tahun 2025 nanti penderitanya di Asia akan mencapai 170 juta, dimana 100 juta sendiri akan berasal dari India dan RRC. Kebanyakan Negara-negara Asia khususnya Indonesia sangat tidak siap menghadapi krisis kesehatan ini, dengan konsekuensi akan membludaknya rumah sakit dan tergencetnya anggaran belanja nasional untuk kesehatan (Hadibroto, 2004).
Secara harafiah, diabetes mellitus berarti “manis seperti madu”. Diabetes terjadi karena ketidakmampuan tubuh mengubah makanan menjadi energi. Diabetes mellitus adalah suatu penyakit, di mana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah mempunyai kadar yang tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup. Pada tubuh yang sehat, pankreas melepas hormon insulin yang bertugas mengangkut gula melalui darah ke otot-otot dan jaringan lain untuk memasok energi (Arora, 2007).
Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas dan bertanggung jawab dalam mempertahankan kadar gula darah yag normal. Insulin memasukkan gula ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi. Sedangkan pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh hewan maupun manusia. Panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm, dan beratnya rata-rata 60-90 gram (Nabyl, 2009).
Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang berbentuk usus. Pankreas sendiri terdiri dari dua jaringan utama, yaitu: asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum, dan pulau langerhans yang tidak mengeluarkan sekresinya keluar, tetapi melakukan sekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau-pulau langerhans yang menjadi system endokrinologis dari pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 persen dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Pulau langerhans manusia mengandung tiga jeis sel utama, yaitu : pertama, sel-sel A (Alpha). Jumlahnya sekitar 20-40 persen. Sel ini memproduksi glukagon yang menjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai anti-insulin like activity. Kedua, sel-sel B (Beta). Jumlahnya sekitar 60-80 persen, bertugas membuat insulin. Dan yang terakhir, sel-sel D (Delta). Jumlahnya sekitar 5-15 persen, bertugas membuat somatostatin. Masing-masing sel tersebut dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop, pulau-pulau langerhans ini tampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita diabetes mellitus, sel beta sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal, dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi. Insulin sendiri merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia.
Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan (perangkai) yang terdiri dari disulfide. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4-7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insuin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar didalam membran sel. Insulin disintesis oleh sel beta pankreas dari proinsulin dan disimpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat di atas 100mg/100ml darah, maka sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, maka produksi insulin akan menurun. Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestinal merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda.
Fungsi metabolisme utama insulin adalah untuk meningkatkan kecepatan transportasi glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel-sel otot, fibroblast, dan sel lemak. Peningkatan kadar gula darah setelah makan atau minum merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan. Pada saat melakukan aktivitas fisik, kadar gula darah juga bisa menurun karena otot menggunakan glukosa untuk energi.
Menurut kriteria diagnostic PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) pada tahun 2006, seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa >126 mg/dL dan pada tes sewaktu >200 mg/dL. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu dua jam. Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140mg/dL pada dua jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya.
Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif (bertahap) setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif bergerak. Peningkatan kadar gula darah setelah makan atau minum merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan. Adapun cara lainnya untuk menurunkan kadar gula darah adalah dengan melakukan aktivitas fisik seperti berolah raga karena otot menggunakan glukosa dalam darah untuk dijadikan energi.
Sedikitnya setengah dari populasi penderita diabetes lanjut usia tidak mengetahui kalau mereka menderita diabetes karena hal itu dianggap merupakan perubahan fisiologis yang berhubungan dengan pertambahan usia. Diabetes mellitus pada lanjut usia umumnya adalah diabetes tipe yang tidak tergantung insulin (NIDDM). Prevalensi diabetes mellitus makin meningkat pada lanjut usia. Meningkatnya prevalensi diabetes mellitus di beberapa Negara berkembang akibat peningkatan kemakmuran di Negara yang bersangkutan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota besar menyebabkan peningkatan prevalensi peyakit degeneratif. Penemuan diagnosa dini dan penanganan yang adekuat pada lanjut usia yang menderita diabetes mellitus dipandang cukup penting artinya bagi kelangsungan hidup penderita.
Selain itu skrining pada lanjut usia yang termasuk resiko tinggi untuk menderita diabetes mellitus juga sebaiknya dilakukan untuk menghindari terjadinya penyakit ataupun menghindari komplikasi yang lebih lanjut. Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan meningkatnya umur maka toleransi terhadap glukosa juga meningkat. Jadi untuk golongan lanjut usia diperlukan batas glukosa darah yang lebih tinggi daripada batas yang dipakai untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus pada orang dewasa yang bukan merupakan golongan lanjut usia. Intoleransi glukosa pada lanjut usia berkaitan dengan obesitas, aktivitas fisik yang kurang, berkurangya massa otot, penyakit penyerta, penggunaan obat-obatan, di samping karena pada lanjut usia suda terjadi penurunan sekresi insulin dan resistensi insulin.
Pada lebih 50% lanjut usia di atas 60 tahun yang tanpa keluhan ditemukan hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal, namun intoleransi glukosa ini masih belum dapat dikatakan diabetes mellitus. Peningkatan kadar gula darah pada lanjut usia disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang, perubahan karena lanjut usia sendiri yang berkaitan dengan resistensi insulin akibat kurangnya massa otot dan perubahan vaskular, aktivitas fisik yang berkurang, banyak makan, badan kegemukan, keberadaan penyakit lain, sering menderita stress,operasi, sering menggunakan bermacam-macam obat-obatan, dan adanya faktor keturunan.
Banyak penderita diabetes yang mengalami tekanan psikologis akibat terlalu memikirkan penyakit yang diderita tanpa tahu kapan akan sembuh. Dalam situasi seperti ini, sikap yang diperlukan oleh penderita diabetes adalah optimisme. Seorang penderita diabetes yang optimis akan memandang penyakit tersebut sebagai suatu tantangan hidup yang harus dihadapi dan akan membuat seorang penderita diabetes menghadapi situasi tidak menyenangkan mengenai penyakitnya dengan cara positif dan produktif.
Optimisme merupakan sikap selalu mempunyai harapan baik dalam segala hal serta kecenderungan untuk mengharapkan hasil yang menyenangkan. Seorang yang berfikiran positif atau berfikiran secara optimis tidak menganggap kegagalan itu bersifat permanen. Menurut Segerestrom (1998) optimisme adalah cara berfikir yang positif dan realistis dalam memandang suatu masalah. Berfikir positif adalah berusaha mencari hal terbaik keadaan terburuk. Optimisme dapat membantu meningkatkan kesehatan secara psikologis, memiliki perasaan yang baik, melakukan penyelesaian masalah dengan cara meningkatkan kekebalan tubuh juga. Orang lanjut usia yang menginginkan masa tua yang baik tidak akan merasa puas dengan keadaannya sekarang, ia akan selalu membuat situasi lain yang lebih baik, sehingga dapat mendorongnya mengerahkan kemampuan, kekuatan serta usaha yang dimiliki untuk mencapai situasi tersebut.
Hanya orang lanjut usia yang optimis mampu memandang masa tua dengan penuh semangat dan harapan, akan mampu meraih keberhasilan dalam mengembangkan diri secara maksimal (Aldita,2004). Optimisme yang dimiliki seseorang mampu mengarahkan setiap perilakunya untuk mewujudkan keinginan tersebut. Optimisme akan membawa bagaimana individu belajar lebih realistis untuk melihat suatu peristiwa dan masa tua, dapat membantu dalam menghadapi kondisi sulit dalam kehidupan serta mampu mengerjakan sesuatu menjadi lebih baik seperti dalam pekerjaan, pendidikan, dan hubungan sosial (Aldita, 2004). Dengan demikian orang yang berhasil adalah mereka yang selalu punya rasa optimis, ide segar dan inovasi-inovasi baru.
Pengetahuan seseorang tentang masa tua tidak dapat diuji atau dibenarkan dengan cara yang sama sebagaimana pengetahuan tentang masa lampau. Kemampuan untuk membentuk masa tua dimiliki oleh semua individu. Setiap orang pasti menginginkan suatu perubahan dimasa tuanya. Untuk itu setiap orang lanjut usia perlu merasa optimis dan memiliki semangat yang tinggi serta berusaha mengupayakan agar memiliki masa tua yang indah. Oleh karenanya sesseorang akan berusaha secara nyata untuk meraih masa tua yang diinginkan (Aldita,2004).
Shapiro (dalam Nugroho, 2006) menyatakan bahwa optimisme masa depan merupakan kecenderungan untuk memandang segala sesuatu dari segi dan kondisi baiknya serta mengharapkan hasil yang paling memuaskan. Sudarsono (2000) mengatakan bahwa lingkungan sosial terdekat manusia adalah keluarga. Keluarga adalah instansi pertama yang memberikan pengaruh terhadap sosialisasi setiap anggotanya yang kemudian akan membentuk kepribadiannya. Pradana Suwondo (1994) yang menyatakan bahwa Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronik yang tidak dapat sembuh, tetapi kadar glukosa dalam darah dapat terkendali, sehingga diharapkan dapat terhindar dari komplikasi akut. Pasien diabetes mellitus selalu didorong untuk tidak mengambil sikap berbeda dengan orang-orang sekitar dan lingkungannya. Mereka dapat melakukan hal yang sama seperti orang tanpa diabetes. Optimisme pada penderita Diabetes Mellitus juga dapat terjadi dengan adanya dukungan dari lingkungan sosial, dan lingkungan terdekat manusia adalah keluarga. Peran keluarga sangat penting bagi penderita Diabetes Mellitus agar memiliki optimisme yang besar.
B. PERTANYAAN PENELITIAN
1. Bagaimana gambaran optimisme pada penderita diabetes mellitus yang berusia lanjut?
2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan munculnya optimisme pada penderita diabetes melitus pada usia lanjut?
C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai dampak diabetes mellitus pada usia lanjut dan proses optimisme dapat terbentuk, mengetahui bentuk-bentuk optimisme yang dimiliki pederita diabetes mellitus terutama di usia lanjut, serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi optimisme penderita diabetes mellitus pada usia lanjut
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat, yaitu : manfaat secara teoritis, manfaat secara praktis, manfaat untuk penderita diabetes mellitus, manfaat untuk mansyarakat, dan juga manfaat untuk peneliti-peneliti yang lain.
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan psikologi, khususnya ilmu psikologi kepribadian yang terkait dengan optimisme. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis
Sebagai referensi bagi para lanjut usia yang mengalami diabetes mellitus agar mendapatkan gambaran mengenai diabetes mellitus serta cara menyikapi penyakit tersebut dengan sikap optimisme. Sebagai bahan referensi bagi keluarga, agar dapat memberikan informasi tentang optimisme pada penderita diabetes mellitus. Hal ini bertujuan agar para lanjut usia yang mengalami diabetes mellitus dapat menerima keadaan tubuh atau fisiknya secara optimis atau baik.
3. Manfaat Untuk Penderita Diabetes Mellitus
Bagi para penderita diabetes mellitus, penelitian ini dapat menjadi wacana pengetahuan arti pentingnya optimisme penderita diabetes mellitus dalam menjalani kegiatan, karena optimisme memiliki peranan penting dan merupakan dasar untuk menggerakkan perbuatan atau perilaku seseorang dalam melakukan kegiatan.
4. Manfaat Untuk Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi kepada masyarakat umum, agar masyarakat mengetahui tentang penyakit diabetes mellitus.
5. Manfaat Untuk Peneliti-Peneliti yang Lain
Penelitian ini diharapkan dapat membantu para peneliti lain yang meneliti optimisme pada penderita diabetes mellitus yang berusia lanjut, dan diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi kepada para peneliti yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar