Senin, 16 Mei 2011

Hubungan Kematangan Emosi Dengan Penerimaan Diri Pada Lanjut Usia

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda. Ada orang berusia lanjut yang mampu melihat arti penting usia tua dalam konteks eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang memberi mereka kesempatan-kesempatan untuk tumbuh berkembang dan bertekad untuk berbakti. Ada juga lanjut usia yang memandang usia tua dengan sikap-sikap yang berkisar antara kepasrahan yang pasif dan pemberontakan, penolakan, dan keputusasaan. Lanjut usia ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri sehingga semakin mempercepat proses kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75–90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Saparinah ( 1983) berpendapat bahwa pada usia 55-65 tahun merupakan kelompok umur yang mencapai tahap pra pensiun dimana pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan daya tahan tubuh/kesehatan dan berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian akan timbul perubahan-perubahan dalam hidupnya. Akan tetapi, klasifikasi yang lebih berguna adalah usia fungsional, yaitu seberapa baik seseorang berfungsi dalam lingkungan fisik dan sosial dibandingkan dengan orang lain yang seusianya. Seseorang yang berusia 90 tahun akan tetap berada dalam kesehatan yang prima bisa berfungsi lebih muda dibandingkan orang berusia 65 tahun yang tidak sehat.


Sebagian besar perubahan fisik pada lanjut usia yang biasanya diasosiasikan dengan penuaan dapat dilihat dengan jelas melalui pengamatan biasa. Kulit mereka yang sudah menua menjadi memucat dan kurang elastis. Seiring dengan mengkerutnya otot, kulit tersebut bisa jadi mengkerut. Pembengkakan pembuluh darah di kaki menjadi hal yang umum. Rambut di kepala menjadi putih dan menjadi semakin tipis, dan rambut tubuh menjadi semakin jarang. Perubahan yang tidak terlalu kasat mata terjadi pada organ dalam dan sistem tubuh, yaitu otak, sensoris, motorik, dan fungsi seksual.
Perubahan dalam fungsi organis dan sistemis sangat bervariasi, baik di antara maupun di dalam individu. Sebagian sistem tubuh menurun dengan tajam, sedangkan sebagian yang lain tetap sebagaimana adanya. Penuaan, bersama dengan stres kronis dapat menekan fungsi imun tubuh, menjadikan para lansia lebih rentan terhadap flu, pneumonia, dan infeksi pernapasan lainnya yang membuat mereka sulit untuk dapat menghindarinya. Di sisi lain, sistem pencernaan masih relatif efisien. Di antara yang mengalami perubahan serius adalah yang mempengaruhi jantung. Ritmenya menjadi cenderung lebih lambat dan tidak teratur. Dengan menjaga kesehatan, para lanjut usia dapat melakukan hampir semua yang mereka butuhkan dan inginkan.
Pandangan individu yang merasa puas akan dirinya akan membuat individu menerima dirinya secara akurat dan realistis serta tidak akan memusuhi dirinya karena individu tersebut menganggap orang lain menerima dirinya (Hurlock, 1996). Keadaan tersebut akan membuat individu berbuat terbaik untuk dirinya dan memberikan kontribusi bagi terwujudnya pemahaman dan penerimaan diri, sehingga tantangan dan hambatan yang dialaminya tidak dipersepsikan sebagai suatu penderitaan tetapi merupakan bagian dari masalah yang harus diatasi.
Hurlock (1996) berpendapat penerimaan diri adalah suatu tingkatan kesadaran individu tentang karakteristik pribadinya dan mempunyai kemauan untuk hidup dengan keadaan tersebut. Hal ini berarti individu tersebut memiliki pengetahuan tentang dirinya sehingga menerima kelebihan dan kelemahannya. Kesadaran akan segala kelebihan dan kekurangan diri haruslah seimbang dan diusahakan untuk saling melengkapi satu sama lain, sehingga dapat menumbuhkan kepribadian yang sehat. Jadi, orang yang memiliki penerimaan diri yang baik tahu potensi dan asset yang dimiliki sehingga mampu mengatasi dan tahu cara mengelolanya.
Tidak semua para lanjut usia dapat menerima kenyataan bahwa diri mereka telah memasuki masa-masa menopouse yang lazim dan lumrah dialami oleh lanjut usia. Perubahan-perubahan fisik yang terlihat jelas membuat aktivitas dan gerak menjadi terbatas. Apalagi bila para lanjut usia sudah memasuki masa pensiun, aktivitas mereka semakin berkurang dan lebih sering berada di rumah. Hal ini dapat membuat para lanjut usia sering menderita depresi ataupun stress pasca pensiun.
Pada masa-masa lanjut usia seperti ini, perlu adanya kematangan emosi guna mendapatkan penerimaan diri dari dalam individu. Dengan adanya kematangan emosi, para lanjut usia mampu untuk memahami bahwa perubahan fisik dan penurunan aktivitas setelah pensiun tidak dapat menghalangi mereka untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi individu dan orang-orang di sekitarnya. Para lanjut usia masih dapat melakukan aktivitas lainnya tanpa harus terhalang dengan masalah fisik yang tidak memungkinkan. Akhirnya, para lanjut usia pun dapat menerima keadaan dirinya sebagai hal yang harus disyukuri dan dinikmati tanpa harus ada penyangkalan untuk menjadi lanjut usia.
Yusuf (2001) mendefi¬nisikan kematangan emo¬si sebagai kemampuan in¬dividu untuk dapat ber¬sikap toleran, me¬rasa nyaman, mempunyai kontrol diri sendiri, pera¬saan mau menerima di¬ri¬nya sendiri dan orang lain, serta mampu menyatakan emosinya se¬ca¬ra konstruktif dan kreatif. Belajar menerima keadaan diri sendiri bukanlah suatu hal yang mudah. Kematangan emosi menandakan bahwa seseorang dapat begitu cepat beradaptasi dengan hal-hal baru tanpa menjadikannya sebagai tekanan atau stresor. Kemampuan ini dapat tumbuh sebagai bentuk adaptasinya dengan lingkungan baru yang sengaja diciptakan untuk mengurangi stres yang dapat berkembang dalam dirinya. Munculnya kepanikan berawal dari terkumpulnya simpton-simpton yang memberikan radar akan adanya bahaya dari luar. Penumpukan kadar rasa cemas berlebihan dapat memunculkan kepanikan yang luar biasa. Orang yang mempunyai kematangan emosi dapat mengontrol gejala-gejala tersebut sebelum muncul kecemasan pada dirinya.


Orang yang matang secara emosi adalah orang-orang yang telah menemukan suatu prinsip yang kuat dalam hidupnya. Individu tersebut menghargai prinsip orang lain dan menghormati perbedaan-perbedaan yang ada, selalu menepati janjinya dan selalu bertanggung jawab dengan apa yang telah di ucapkannya, serta mempunyai keinginan untuk menolong orang lain yang mengalami kesulitan. Kematangan emosi yang dimiliki oleh individu akan dapat mengontrol perilaku-perilaku impulsif yang dapat merusak energi yang dimiliki oleh tubuh, individu dapat melakukan hal-hal yang bersifat positif dibandingkan memenuhi nafsu yang dapat merusak dan bersifat merusak. Orang yang matang secara emosi mempunyai waktu yang lebih banyak untuk melakukan hal-hal yang lebih berguna untuk dirinya dan orang lain.
Menurut Hurlock (2000) terdapat 3 ciri dalam mendefinisikan kematangan emosi pada lanjut usia, yaitu emosinya tidak meledak–ledak di hadapan orang lain, melain¬kan menung¬gu saat dan tem¬pat yang lebih tepat untuk me¬ngung¬kapkan emosinya dengan cara yang lebih dapat diterima, menilai situasi secara kri¬tis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara emo¬sional, dan memiliki reaksi emosional yang stabil. Individu dengan kematangan emosi yang baik umumnya lebih tenang, mampu mengatasi masalah, lebih tabah, lebih mampu berkonsentrasi, serta lebih berani mencoba hal-hal baru yang tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Kemampuan yang berorientasi pada diri individu tanpa membentuk mekanisme pertahanan diri ketika konflik-konflik yang muncul mulai dirasakan menganggu perilakunya. Orang yang matang secara emosional melihat suatu akar permasalahan berdasarkan fakta dan kenyataan di lapangan, tidak menyalahkan orang lain atau hal-hal yang bersangkutan sebagai salah faktor penghambat. Ia dapat beradaptasi dengan lingkungannya dan selalu dapat berpikir positif terhadap masalah yang dihadapinya.
Menurut Segal (2001) orang yang tidak dapat menerima emosi berarti tidak dapat menerima dirinya sendiri karena sering menyalahkan orang lain atas kemarahan yang dirasakannya dan meyakinkan diri bahwa kesedihan dan kecemasan itu memalukan. Apabila tidak sepenuhnya menerima emosi, kita akan kehilangan kebijaksanaan membuat keputusan yang tepat untuk bertindak. Individu yang menerima dirinya apa adanya tidak akan mengulangi kesalahan yang sama serta dapat merugikan diri sendiri bahkan orang lain.
Dengan adanya kematangan emosi, para lanjut usia akan mampu memahami perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya. Lambat laun hal itu akan membawa para lanjut usia untuk bisa menerima segala perubahan yang terjadi dan dapat menentukan sendiri solusi bagi masalah-masalah yang dihadapi tanpa perlu bantuan dari orang lain. Para lanjut usia seperti inilah yang diharapkan bagi masyarakat, bukan lanjut usia yang hanya merenungi nasib sebagai “orang tua yang tidak berguna” ataupun “orang tua yang menunggu ajal”. Para lanjut usia tetap dapat memandang usia tua sebagai suatu anugerah yang patut disyukuri dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang berguna, karena hidup tidaklah memandang usia namun memandang sejauhmana manusia itu menghargai kehidupan yang telah diberikan dengan berkarya sebaik-baiknya sampai akhir hayat.

B. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk menguji secara empiris hubungan antara kematangan emosi dengan penerimaan diri pada lanjut usia.

C. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat, yaitu : manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis.

1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan psikologi, khususnya ilmu psikologi kepribadian yang terkait dengan penerimaan diri dan kematangan emosional. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut.




2. Manfaat Praktis
Sebagai referensi bagi para lanjut usia yang tidak mempunyai penerimaan diri, agar mendapatkan gambaran mengenai penerimaan diri serta cara menyikapi lanjut usia dari sudut pandang kematangan emosi. Sebagai bahan referensi bagi keluarga, agar dapat memberikan informasi tentang penerimaan diri pada lanjut usia. Hal ini bertujuan agar para lanjut usia dapat menerima keadaan tubuh atau fisiknya dengan baik dari segi kematangan emosi mereka.
a. Manfaat Untuk Para Lanjut Usia
Bagi para lanjut usia, penelitian ini dapat menjadi wacana pengetahuan arti pentingnya penerimaan diri dalam menjalani masa tua, karena kematangan emosi dan penerimaan diri dapat membuat kehidupan para lanjut usia menjadi lebih menyenangkan untuk dinikmati. Tidak hanya itu saja, dengan adanya kematangan emosi pada lanjut usia dapat membuat mereka bertindak dan bersikap lebih tenang, sehingga baik keluarga maupun orang-orang di sekitar mereka akan merasa nyaman untuk berada di sekitar para lajut usia.
b. Manfaat Untuk Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan informasi kepada masyarakat umum, agar mereka lebih mengerti dan mengetahui bagaimana kematangan emosi dan penerimaan diri pada lanjut usia, sehingga dapat dijadikan pedoman, masukan dan dapat diterapkan bagi masyarakat yang akan memasuki masa lanjut usia serta masyarakat yang sudah lanjut usia .
c. Manfaat Untuk Peneliti-Peneliti yang Lain
Penelitian ini diharapkan dapat membantu para peneliti lain yang meneliti penerimaan diri pada pada usia lanjut, dan diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi kepada para peneliti yang lainnya.