Mengapa seseorang masuk dalam kelompok?
Ada dua alasan seseorang bergabung dalam kelompok. Pertama, untuk mencapai tujuan yang bila dilakukan sendiri tujuan itu tidak tercapai. Kedua, dalam kelompok seseorang dapat tepuaskan kebutuhannya dan mendapatkan reward soaial seperti rasa bangga, rasa dimiliki, cinta, pertemanan, dsb. Besarnya anggota kelompok akan mempengaruhi interaksi dan keputusan yang dibuatnya. Brainstorming dalam mengambil keputusan kelompok akan efektif bila anggota kelompoknya 5-10 orang. Kohesivitas kelompok merupakan derajat dimana anggota kelompok saling menyukai, memiliki tujuan yang sama, dan ingin selalu mendambakan kehadiran anggota lainnya. Biasanya kohesivitas ini dikaitkan dengan produktivitas kelompok. Namun tidak semua bentuk kohesivitas kelompok ini berdampak positif, karena anggota bisa merasa tertekan untuk selalu conform terhadap norma kelompok.
http://suryanto.blog.unair.ac.id/2009/02/11/perilaku-kelompok-dan-individu/
Menurut Forsyth :
1. Pemuasan kebutuhan-kebutuhan psikologis (mis: rasa aman, cinta)
2. Meningkatkan ketahanan yang adaptif
3. Kebutuhan akan informasi
Menurut Shaw :
1. Ketertarikan interpersonal
Ketertarikan interpersonal mengacu pada perasaan-perasaan positif terhadap orang lain. Ahli-ahli psikologi menggunakan istilah ini untuk mencakup berbagai pengalaman, termasuk rasa menyukai, pertemanan, kekaguman, ketertarikan seksual, dan cinta (Dayakisni & Yuniardi, 2008; Matsumoto, 2008).
Matsumoto (2008) juga menulis bahwa beberapa penelitian menunjukkan bahwa kedekatan berpengaruh terhadap ketertarikan. Selain kedekatan tempat tinggal, daya tarik fisik juga cukup berpengaruh dalam hubungan interpersonal meski tampaknya daya tarik ini lebih penting untuk perempuan daripada untuk laki-laki. Hipotesis kesetaraan (matching hypotesis) memprediksi bahwa orang dengan ciri-ciri fisik yang kira-kira setara kemungkinan besar akan memilih untuk menjadi pasangan. Hipotesis kemiripan (similarity hypotesis) menyatakan bahwa orang yang hampir sama dalam usia, ras, agama, kelas sosial, pendidikan, kecerdasan, sikap, dan daya tarik fisik cenderung membentuk hubungan yang intim. Hipotesis keberbalasan (recipocity hypotesis) menyatakan bahwa orang yang akan cenderung balas menyukai orang lain yang menyukai mereka.
Triangular theory of love yang diajukan oleh Sternberg (2001) menyatakan bahwa cinta mempunyai tiga komponen dasar:
(1) intimacy (keintiman), rasa kedekatan dan pertautan, Matsumoto (2008) menambahkan bahwa keintiman mengacu pada kehangatan, kedakatan, dan berbagai dalam sebuah hubungan;
(2) passion (keinginan), rasa ingin bersatu dengan orang lain; dan
(3) commitment (tanggung jawab), keputusan untuk memelihara hubungan dalam jangka waktu yang sangat lama, dan mengacu pada niat untuk mempertahankan hubungan meski dihadapkan pada berbagai kesulitan (Matsumoto, 2008).
2. Aktivitas kelompok
Untuk membangun ikatan sosial, dibutuhkan sebuah kesadaran pada masing-masing individu yang didasari atas masalah dan kebutuhan bersama. Ujungnya, diharapkan akan ada gerakan bersama untuk memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan bersama, yang pada gilirannya, akan terbentuk solidaritas dalam kelompok tersebut.
Solidaritas pada masing-masing individu ini, akan menjadi ikatan tanggung renteng dalam kelompok. Tanggung renteng dalam arti sederhana bisa dianalogikan sebagai saat dimana dalam sebuah kelompok itu ada individu yang sakit, maka individu yang lain ikut merasakannya. Apabila kelompok yang dibentuk sudah mencapai tingkat kesadaran tersebut, kelompok ini akan dapat berkembang dan bisa memecahkan masalah-masalah anggotanya. Dalam hal ini, aturan main yang baku (AD/ART) dalam kelompok, bisa jadi tidak begitu penting, bahkan, bisa jadi tidak diperlukan lagi untuk mengikat individu-individu yang masuk di dalamnya.
Mengapa aturan itu tidak menjadi penting? Asumsinya, dengan adanya aturan, yang terjadi adalah pemaksaan untuk membentuk kelompok dan menjaring anggota-anggotanya. Di sini akan terbangun adanya ketidakpercayaan antar individu dalam kelompok tersebut. Apabila aturan di kelompok tersebut, kemungkinan besar akan dilanggar oleh anggotanya, yang terjadi adalah konflik di antara mereka.
Dari dasar pemikiran diatas, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana merumuskan cara membangun kelompok dan mewujudkan terbentuknya kelompok yang ideal. Dalam hal ini, perlu adanya penyadaran di tingkat masyarakat atas pentingnya berkelompok, yang diharapkan akan menumbukan kesadaran bahwa masalah tidak dapat diselesaikan dan kebutuhan tidak dapat tercapai secara sendiri, tanpa bantuan orang lain.
Kemudian, perlu adanya penyadaran atas masalah dan kebutuhan bersama. Hal ini disebabkan karena masalah dan kebutuhan, bisa berubah oleh waktu dan kondisi, sehingga, perlu adanya perumusan atas masalah dan kebutuhan tersebut secara terus-menerus. Diharapkan, ini juga akan menyadarkan masyarakat untuk secara terus-menerus melakukan pertemuan dan kesepakatan dalam melakukan kegiatan sebagai pemecahan masalah serta upaya mencapai kebutuhan bersama.
Mula-mula, sebelum membentuk kelompok, tujuan harus dirumuskan dan disepakati bersama. Ini akan menyeleksi dan menyadarkan para anggotanya, terutama saat ada anggota yang tidak setuju, maka ia akan keluar dari lingkaran secara alamiah. Setelah itu, dilakukan upaya membangun kepercayaan di antara anggota dengan jalan menyadarkan mereka untuk melakukan segala hal yang menyangkut kepentingan bersama, didasari atas nilai-nilai kemanusiaan.
Selanjutnya, dilakukan upaya membangun ikatan sosial dengan melakukan kegiatan-kegiatan silaturahmi atau pertemuan-pertemuan rutin untuk mengetahui keadaan, kondisi anggota, dsb. Walaupun kegiatan-kegiatan tersebut dirasa relatif masih kecil manfaatnya, namun ini mempunyai nilai strategis dalam membangun kebersamaan di antara anggota kelompok melalui mekanisme komunikasi di antara mereka.
Langkah dan upaya selanjutnya adalah penyelesaian masalah dengan bermusyawarah dan berkomunikasi (dua arah). Harapannya, dengan ini, akan mampu meminimalisir konflik di antara anggota, karena, melalui penyelesaian masalah dengan cara tersebut, akan muncul sebuah kearifan-kearifan lokal di antara mereka, yang disepakati bersama dan bisa diterima kelompok.
Dari beberapa hal di atas, kesemuanya tidak lepas dari esensi pembelajaran dan penyadaran bagi masyarakat dalam membangun kelompok yang lebih baik, hingga mampu mewujudkan cita-cita maupun harapan bersama, terutama dalam menyelesaikan masalah kemiskinan mereka. Namun diakui, dalam pelaksanaannya, tak semudah membalik telapak tangan, karena senantiasa butuh continuity, kepedulian dan kerja sama antar masyarakat dengan berbagai pihak terkait.
3. Tujuan Kelompok
TUJUAN (a goal)merupakan hasil akhir yang ingin dicapai individu ataupun kelompok yang sedang bekerja, atau secara ideal, tujuan merupakan hasil yang diharapkan menurut nilai orang-orang. Tujuan kelompok disusun berdasarkan mayoritas individuyangbekerja untuk mencapai tujuan bersama. Tujuan terdiri dari tujuan jangka pendek(s h o r t - range goals)yang merupakan batu loncatan untuk
tujuan jangka panjang (long-range goals).Tujuan merupakan pedoman dalam
pencapaian programdan aktivitas serta memungkinkan untuk terukurnya efektivitas dan efisiensi kelompok. Komitmen anggota akan tergantung kepada ketertarikannya terhadap kelompokdan tujuan kelompok.Tingkat resiko dalam pencapaian tujuan kelompokharusditetapkandandipantau secarahati-hati; resiko kegagalanyang moderat lebih memotivasi.
PERSONAL GOALS
Anggota kelompok memiliki alasan pribadi yang beragam untuk bergabung ke dalam
sebuah kelompok;Tujuan pribadi tersebut ada yang benar-benar disadari, agak disadari, bahkan tidak disadari. Semakin mirip tujuan kelompok dengan tujuan pribadi anggota, maka semakin menarik kelompok tersebutbagi anggotanya.
Penetapan Tujuan Kelompok
Dua cara penentapan tujuan kelompok:
1. Dalam pertemuan kelompok, pemimpin kelompok menyampaikan pandangannya tentang tujuan kelompok, kemudian setiap anggota menyampaikan tujuan pribadinya (alasan anggota bergabung ke dalam kelompok). Selanjutnya didiskusikan bersama kelompok, dan memutuskan tujuan kelompok.
2. Pemimpin kelompok mewawancarai setiap anggota kelompok -untuk mengetahui tujuan pribadinyadan menyampaikan pandangannya tentang tujuan kelompok,
sebelum pertemuan kelompokyang pertama.Hasil wawancara disampaikan dalam pertemuan kelompok dan didiskusikan untuk menetapkan tujuan kelompok.
Sebuah kelompok akan lebih efektif jika :
‡ Tujuan jelas, opersional dan terukur
‡ Anggota melihat tujuan kelompok relevan, dapat dicapai, bermakna, dapat diterima.
‡ Tujuan pribadi dan kelompok dapat dicapai melalui aktivitas dan tugas yang sama.
‡ Tujuan dinilai menantang dan memiliki resiko kegagalan yang moderat.
‡ Sumber yang dibutuhkan unutk pelaksanaan tugas tersedia.
‡ Terdapat koordinasi yang tinggi diantara anggota.
‡ Kelompok memiliki suasana yang lebihk o o p e r a tif dibandingkan kompetitif.
4.Keanggotaan kelompok
Pada tingkat individu, jika anggota merasa bahwa organisasi memenuhi kebutuhan dan karakteristik individualnya, ia akan cenderung berperilaku positif. Tetapi sebaliknya, jika anggota tidak merasa diperlakukan dengan adil, maka mereka cenderung untuk tidak tertarik melakukan hal yang terbaik ketika seseorang mempunyai ketertarikan yang tinggi dengan pekerjaan, seseorang akan menunjukkan perilaku terbaiknya dalam bekerja, namun tidak semua individu tertarik dengan pekerjaannya. Akibatnya beberapa target pekerjaan tidak tercapai, tujuan-tujuan organisasi tertunda dan kepuasan dan produktivitas anggota menurun. Di lain pihak, organisasi berharap dapat memenuhi standar-standar sekarang yang sudah ditetapkan serta dapat meningkat sepanjang waktu. Masalahnya adalah cara menyelaraskan sasaran-sasaran individu dan kelompok dengan sasaran organisasi; dan jika memungkinkan, sasaran organisasi menjadi sasaran individu dan kelompok. Untuk itu diperlukan pemahaman bagaimana orang-orang dalam organisasi itu bekerja serta kondisi-kondisi yang memungkinkan mereka dapat memberikan kontribusinya yang tinggi terhadap organisasi. Perilaku-perilaku tersebut selanjutnya meningkat jika ada hubungan positif antara kinerja yang baik dengan imbalan yang mereka terima, terutama imbalan yang bernilai bagi dirinya. Guna mempertahankan individu senantiasa dalam rangkaian perilaku dan kinerja, organisasi harus melakukan evaluasi yang akurat, memberi imbalan dan umpan balik yang tepat. Pada dasarnya keanggotaan kelompok dapat mengubah perilaku individu, pengaruh kelompok ini dapat membuat anggotanya melakukan hal – hal dalam organisasi yang tidak akan dilakukannya jika mereka sendiri. Keanggotaan kelompok ini dapat juga mempengaruhi perilaku anggotanya bila tidak ada anggota lain disekitarnya. Pengaruh terhadap perilaku ini besar sekali terutama dalam kelompok yang mempunyai rasa kebersamaan yang tinggi. Arah yang ditempuhnya sebagian besar tergantung dari norma – norma yang ada dalam kelompok tersebut. Kohesivitas kelompok mengacu pada sejauh mana anggota kelompok saling tertarik satu sama lain dan merasa menjadi bagian dari kelompok tersebut. Dalam kelompok yang kohesivitasnya tinggi, setiap anggota kelompok itu mempunyai komitmen yang tinggi untuk mempertahankan kelompok tersebut. Kelompok – kelompok yang berbeda dalam hal kohesivitasnya, dan banyak yang tidak pernah mencapai tingkat kelompok yang mempunyai daya tarik tertentu dan komitmen bersama yang merupakan ciri kohesivitas yang kuat. Kohesivitas yang lebih besar terutama berkembang dalam kelompok yang relatif kecil dan mempunyai organisasi yang lebih bersifat kerjasama daripada persaingan. Kesempatan saling berinteraksi antara para anggotanya secara lebih sering membantu berkembangnya kohesivitas kelompok tersebut. Kohesivitas yang lebih besar terdapat dalam kelompok yang mempunyai lebih banyak kemiripan sikap, pendapat, nilai dan perilaku diantara para anggotanya. Pada tahap awal perkembangan kelompok tingkat kemiringan tadi mengurangi kemungkinan terjadinya pertentangan yang mungkin memecah kelompok tadi menjadi fraksi – fraksi yang lebih kecil atau menghancurkannya sama sekali. Perbedaan persepsi mengenai kelompok sendiri dan kelompok lain digambarkan dalam studi mengenai hubungan antar kelompok dalam perusahaan yang besar. Pendapat mengenai tujuan dan nilai dua kelompok organisasi dilihat dari anggota sendiri dan dari anggota kelompok lain. Adanya kesamaan persepsi anggota dalam masing – masing kelompok dan perbedaan persepsi dengan persepsi dari anggota dalam kelompok lain. Meskipun perbedaan komposisi ras antara kedua kelompok dalam studi Alderfer dan Smith mungkin meningkatkan perbedaan persepsi, namun harus diperhatikan bahwa kedua kelompok tersebut mempunyai banyak persamaan. Semua anggota dari kedua kelompok tersebut adalah karyawan dari organisasi yang sama, dan semua mempunyai tingkat yang mirip dalam hirarki manajemen organisasi. Norma – norma adalah standar tidak tertulis mengenai perilaku, nilai dan sikap yang tumbuh dari interaksi antar kelompok. Semakin tinggi rasa kebersamaan suatu kelompok, semakin kuat norma – normanya, dan semakin besar kemungkinannya memaksakan individu mengikuti norma kelompok.
onlinebuku.com/.../pemahaman-perilaku-kelompok-dan-kepuasan-hasil-kerja/
5. Efek instrumental dari keanggotaan kelompok (kemudahan-kemudahan
yang didapat dalam sebuah kelompok)
Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan kelompok :
Keefektifan kelompok adalah pencapaian tujuan yang dikehendaki melalui tindakan-tindakan kooperatif oleh kelompok.
Kerjasama dalam kelompok ditujukan pada dua hal:
Melaksanakan tugas kelompok. Diukur dari hasil kerja kelompok—disebut prestasi (perfomance).
Memelihara moril anggota-anggotanya. Diketahui dari tingkat kepuasan (satisfaction).
Berdasarkan tujuan tersebut maka faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok (faktor situasional) dan karakteristik anggotanya (faktor personal).
Keuntungan Masuk Kelompok
1. Social interaction
2. Social support
- social approval (persetujuan dari lingkungan apa yang dilakukannya mendapat persetujuan dari kelompok)
- belief confirmation
3. Group member characteristic
- competence
- physical attractiveness
Kerugian Masuk Kelompok
1. Primary tension
2. Personal investments → uang pendaftaran, waktu, tenaga, barang, iuran
bulanan, dll
3. Social rejection
4. Interference (campur tangan orang lain)
5. Reactance
www.digilib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-125339.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar