Senin, 16 Mei 2011

Hubungan Kematangan Emosi Dengan Penerimaan Diri Pada Lanjut Usia

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda. Ada orang berusia lanjut yang mampu melihat arti penting usia tua dalam konteks eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang memberi mereka kesempatan-kesempatan untuk tumbuh berkembang dan bertekad untuk berbakti. Ada juga lanjut usia yang memandang usia tua dengan sikap-sikap yang berkisar antara kepasrahan yang pasif dan pemberontakan, penolakan, dan keputusasaan. Lanjut usia ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri sehingga semakin mempercepat proses kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75–90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Saparinah ( 1983) berpendapat bahwa pada usia 55-65 tahun merupakan kelompok umur yang mencapai tahap pra pensiun dimana pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan daya tahan tubuh/kesehatan dan berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian akan timbul perubahan-perubahan dalam hidupnya. Akan tetapi, klasifikasi yang lebih berguna adalah usia fungsional, yaitu seberapa baik seseorang berfungsi dalam lingkungan fisik dan sosial dibandingkan dengan orang lain yang seusianya. Seseorang yang berusia 90 tahun akan tetap berada dalam kesehatan yang prima bisa berfungsi lebih muda dibandingkan orang berusia 65 tahun yang tidak sehat.


Sebagian besar perubahan fisik pada lanjut usia yang biasanya diasosiasikan dengan penuaan dapat dilihat dengan jelas melalui pengamatan biasa. Kulit mereka yang sudah menua menjadi memucat dan kurang elastis. Seiring dengan mengkerutnya otot, kulit tersebut bisa jadi mengkerut. Pembengkakan pembuluh darah di kaki menjadi hal yang umum. Rambut di kepala menjadi putih dan menjadi semakin tipis, dan rambut tubuh menjadi semakin jarang. Perubahan yang tidak terlalu kasat mata terjadi pada organ dalam dan sistem tubuh, yaitu otak, sensoris, motorik, dan fungsi seksual.
Perubahan dalam fungsi organis dan sistemis sangat bervariasi, baik di antara maupun di dalam individu. Sebagian sistem tubuh menurun dengan tajam, sedangkan sebagian yang lain tetap sebagaimana adanya. Penuaan, bersama dengan stres kronis dapat menekan fungsi imun tubuh, menjadikan para lansia lebih rentan terhadap flu, pneumonia, dan infeksi pernapasan lainnya yang membuat mereka sulit untuk dapat menghindarinya. Di sisi lain, sistem pencernaan masih relatif efisien. Di antara yang mengalami perubahan serius adalah yang mempengaruhi jantung. Ritmenya menjadi cenderung lebih lambat dan tidak teratur. Dengan menjaga kesehatan, para lanjut usia dapat melakukan hampir semua yang mereka butuhkan dan inginkan.
Pandangan individu yang merasa puas akan dirinya akan membuat individu menerima dirinya secara akurat dan realistis serta tidak akan memusuhi dirinya karena individu tersebut menganggap orang lain menerima dirinya (Hurlock, 1996). Keadaan tersebut akan membuat individu berbuat terbaik untuk dirinya dan memberikan kontribusi bagi terwujudnya pemahaman dan penerimaan diri, sehingga tantangan dan hambatan yang dialaminya tidak dipersepsikan sebagai suatu penderitaan tetapi merupakan bagian dari masalah yang harus diatasi.
Hurlock (1996) berpendapat penerimaan diri adalah suatu tingkatan kesadaran individu tentang karakteristik pribadinya dan mempunyai kemauan untuk hidup dengan keadaan tersebut. Hal ini berarti individu tersebut memiliki pengetahuan tentang dirinya sehingga menerima kelebihan dan kelemahannya. Kesadaran akan segala kelebihan dan kekurangan diri haruslah seimbang dan diusahakan untuk saling melengkapi satu sama lain, sehingga dapat menumbuhkan kepribadian yang sehat. Jadi, orang yang memiliki penerimaan diri yang baik tahu potensi dan asset yang dimiliki sehingga mampu mengatasi dan tahu cara mengelolanya.
Tidak semua para lanjut usia dapat menerima kenyataan bahwa diri mereka telah memasuki masa-masa menopouse yang lazim dan lumrah dialami oleh lanjut usia. Perubahan-perubahan fisik yang terlihat jelas membuat aktivitas dan gerak menjadi terbatas. Apalagi bila para lanjut usia sudah memasuki masa pensiun, aktivitas mereka semakin berkurang dan lebih sering berada di rumah. Hal ini dapat membuat para lanjut usia sering menderita depresi ataupun stress pasca pensiun.
Pada masa-masa lanjut usia seperti ini, perlu adanya kematangan emosi guna mendapatkan penerimaan diri dari dalam individu. Dengan adanya kematangan emosi, para lanjut usia mampu untuk memahami bahwa perubahan fisik dan penurunan aktivitas setelah pensiun tidak dapat menghalangi mereka untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi individu dan orang-orang di sekitarnya. Para lanjut usia masih dapat melakukan aktivitas lainnya tanpa harus terhalang dengan masalah fisik yang tidak memungkinkan. Akhirnya, para lanjut usia pun dapat menerima keadaan dirinya sebagai hal yang harus disyukuri dan dinikmati tanpa harus ada penyangkalan untuk menjadi lanjut usia.
Yusuf (2001) mendefi¬nisikan kematangan emo¬si sebagai kemampuan in¬dividu untuk dapat ber¬sikap toleran, me¬rasa nyaman, mempunyai kontrol diri sendiri, pera¬saan mau menerima di¬ri¬nya sendiri dan orang lain, serta mampu menyatakan emosinya se¬ca¬ra konstruktif dan kreatif. Belajar menerima keadaan diri sendiri bukanlah suatu hal yang mudah. Kematangan emosi menandakan bahwa seseorang dapat begitu cepat beradaptasi dengan hal-hal baru tanpa menjadikannya sebagai tekanan atau stresor. Kemampuan ini dapat tumbuh sebagai bentuk adaptasinya dengan lingkungan baru yang sengaja diciptakan untuk mengurangi stres yang dapat berkembang dalam dirinya. Munculnya kepanikan berawal dari terkumpulnya simpton-simpton yang memberikan radar akan adanya bahaya dari luar. Penumpukan kadar rasa cemas berlebihan dapat memunculkan kepanikan yang luar biasa. Orang yang mempunyai kematangan emosi dapat mengontrol gejala-gejala tersebut sebelum muncul kecemasan pada dirinya.


Orang yang matang secara emosi adalah orang-orang yang telah menemukan suatu prinsip yang kuat dalam hidupnya. Individu tersebut menghargai prinsip orang lain dan menghormati perbedaan-perbedaan yang ada, selalu menepati janjinya dan selalu bertanggung jawab dengan apa yang telah di ucapkannya, serta mempunyai keinginan untuk menolong orang lain yang mengalami kesulitan. Kematangan emosi yang dimiliki oleh individu akan dapat mengontrol perilaku-perilaku impulsif yang dapat merusak energi yang dimiliki oleh tubuh, individu dapat melakukan hal-hal yang bersifat positif dibandingkan memenuhi nafsu yang dapat merusak dan bersifat merusak. Orang yang matang secara emosi mempunyai waktu yang lebih banyak untuk melakukan hal-hal yang lebih berguna untuk dirinya dan orang lain.
Menurut Hurlock (2000) terdapat 3 ciri dalam mendefinisikan kematangan emosi pada lanjut usia, yaitu emosinya tidak meledak–ledak di hadapan orang lain, melain¬kan menung¬gu saat dan tem¬pat yang lebih tepat untuk me¬ngung¬kapkan emosinya dengan cara yang lebih dapat diterima, menilai situasi secara kri¬tis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara emo¬sional, dan memiliki reaksi emosional yang stabil. Individu dengan kematangan emosi yang baik umumnya lebih tenang, mampu mengatasi masalah, lebih tabah, lebih mampu berkonsentrasi, serta lebih berani mencoba hal-hal baru yang tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Kemampuan yang berorientasi pada diri individu tanpa membentuk mekanisme pertahanan diri ketika konflik-konflik yang muncul mulai dirasakan menganggu perilakunya. Orang yang matang secara emosional melihat suatu akar permasalahan berdasarkan fakta dan kenyataan di lapangan, tidak menyalahkan orang lain atau hal-hal yang bersangkutan sebagai salah faktor penghambat. Ia dapat beradaptasi dengan lingkungannya dan selalu dapat berpikir positif terhadap masalah yang dihadapinya.
Menurut Segal (2001) orang yang tidak dapat menerima emosi berarti tidak dapat menerima dirinya sendiri karena sering menyalahkan orang lain atas kemarahan yang dirasakannya dan meyakinkan diri bahwa kesedihan dan kecemasan itu memalukan. Apabila tidak sepenuhnya menerima emosi, kita akan kehilangan kebijaksanaan membuat keputusan yang tepat untuk bertindak. Individu yang menerima dirinya apa adanya tidak akan mengulangi kesalahan yang sama serta dapat merugikan diri sendiri bahkan orang lain.
Dengan adanya kematangan emosi, para lanjut usia akan mampu memahami perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya. Lambat laun hal itu akan membawa para lanjut usia untuk bisa menerima segala perubahan yang terjadi dan dapat menentukan sendiri solusi bagi masalah-masalah yang dihadapi tanpa perlu bantuan dari orang lain. Para lanjut usia seperti inilah yang diharapkan bagi masyarakat, bukan lanjut usia yang hanya merenungi nasib sebagai “orang tua yang tidak berguna” ataupun “orang tua yang menunggu ajal”. Para lanjut usia tetap dapat memandang usia tua sebagai suatu anugerah yang patut disyukuri dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang berguna, karena hidup tidaklah memandang usia namun memandang sejauhmana manusia itu menghargai kehidupan yang telah diberikan dengan berkarya sebaik-baiknya sampai akhir hayat.

B. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk menguji secara empiris hubungan antara kematangan emosi dengan penerimaan diri pada lanjut usia.

C. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat, yaitu : manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis.

1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan psikologi, khususnya ilmu psikologi kepribadian yang terkait dengan penerimaan diri dan kematangan emosional. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut.




2. Manfaat Praktis
Sebagai referensi bagi para lanjut usia yang tidak mempunyai penerimaan diri, agar mendapatkan gambaran mengenai penerimaan diri serta cara menyikapi lanjut usia dari sudut pandang kematangan emosi. Sebagai bahan referensi bagi keluarga, agar dapat memberikan informasi tentang penerimaan diri pada lanjut usia. Hal ini bertujuan agar para lanjut usia dapat menerima keadaan tubuh atau fisiknya dengan baik dari segi kematangan emosi mereka.
a. Manfaat Untuk Para Lanjut Usia
Bagi para lanjut usia, penelitian ini dapat menjadi wacana pengetahuan arti pentingnya penerimaan diri dalam menjalani masa tua, karena kematangan emosi dan penerimaan diri dapat membuat kehidupan para lanjut usia menjadi lebih menyenangkan untuk dinikmati. Tidak hanya itu saja, dengan adanya kematangan emosi pada lanjut usia dapat membuat mereka bertindak dan bersikap lebih tenang, sehingga baik keluarga maupun orang-orang di sekitar mereka akan merasa nyaman untuk berada di sekitar para lajut usia.
b. Manfaat Untuk Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan informasi kepada masyarakat umum, agar mereka lebih mengerti dan mengetahui bagaimana kematangan emosi dan penerimaan diri pada lanjut usia, sehingga dapat dijadikan pedoman, masukan dan dapat diterapkan bagi masyarakat yang akan memasuki masa lanjut usia serta masyarakat yang sudah lanjut usia .
c. Manfaat Untuk Peneliti-Peneliti yang Lain
Penelitian ini diharapkan dapat membantu para peneliti lain yang meneliti penerimaan diri pada pada usia lanjut, dan diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi kepada para peneliti yang lainnya.

Teori Harapan

Teori ini berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut (Victor Vroom).
Victor Vroom dalam bukunya yang berjudul “work and motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “teori harapan”. Menurutnya, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seseorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka utuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Vroom menjelaskan bahwa motivsi adalah hasil dari tiga faktor :
 Seberapa besar seseorang menginginkan imbalan (valensi)
 Perkiraan orang itu tentang kemungkinan bahwa upaya yang dilakukan akan menimbulkan prestasi yang berhasil (harapan)
 Perkiraan bahwa prestasi itu akan menghasilkan perolehan imbalan atau instrumentalis.
 Hubungan antara ketiga factor dapat dinyatakan sebagai berikut :

Valensi x harapan x instrumentalisasi = motivasi

Valensi mengacu pada kekuatan preferensi seseorang untuk memperoleh imbalan. Ini merupakan ungkapan kadar keinginan seseorang untuk mencapai suatu tujuan.

Harapan adalah kadar kuatnya keyakinan bahwa ketujuh perubahan tersebut adalah pasif menjadi aktif, bergantung menjadi tidak bergantug, sedikit bertindak menjadi banyak variasi bertindak, minat yang tidak menentu dan dangkal menjadi lebih dalam dan kuat,perspektif waktu jarak dekat menjadi jarak jauh, posisi yang menjadi di bawah menjadi setingkat atau bahkan di atasnya, serta kekurangan kesadaran atas dirinya menjadi tahu pengendalian diri.

Instrumentalisasi menunjukkan keyakinan pegawai bahwa ia akan memperoleh suatu imbalan apabila dapat meyelesaikan tugasnya.

Hasil ketiga factor tersebut adalah motivasi,yakni kekuatan dorongan untuk melakukan suatu tindakan. Kombinasi yang menimbulkan motivasi adalah valensi positif yang tinggi, harapan yang tinggi, dan instrumentalisasi yang tinggi.

Dengan adanya model harapan ini, para manajer organisasi akan dipaksa untuk menguji proses timbulnya motivasi secara seksama. Model ini juga mendorong mereka untuk merancang iklim motivasi yang akan memperbesar kemungkinan timbulnya perilaku pegawai yang diharapkan.

Teori pengharapan mengatakan seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik,suatu penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional, seperti bonus, kenaikan gaji, atau promosi, dan ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi karyawan tersebut.
Strategi yang tepat untuk memotivasi orang adalah menawarkan pada mereka perangsang, yakni bila mereka berhasil mencapai sasaran – sasaran tertentu. Orang juga perlu tahu tentang kemungkinan bahwa usaha yang dilakukan akan menghasilkan penghargaan sebagai ganjaran prestasinya.

Orang akan meningkatkan usahanya dalam kondisi-kondisi di bawah ini :
Kerja keras menghasilkan prestasi baik

Prestasi baik menghasilkan imbalan

Imbalan memuaskan kebutuhan penting

Pemuasan kebutuhan terasa sangat besar pengaruhnya sehingga membuat usaha yang dilakukan terasa berharga

Kemungkinan subyektif sangat tinggi dimana usaha akan menuju pada prestasi baik yang menghasilkan imbalan

Jika kemungkinan menerima imbalan rendah (kecil) maka jumlahnya (nilainya) harus sangat tinggi


Dikalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia, teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri Karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannya itu.
Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehya.
Teori ini menunjukkan pendekatan kognitif terhadap motivasi kerja, yang menekankan kepada kemampuan individu dalam pemrosesan informasi. Kekuatan motivasi yang mendasarinya bukanlah sebuah kebutuhan. Pekerja di asumsikan melakukan penilaian rasional terhadap situasi kerjanya dengan mengumpulkan informasi untuk diolah, kemudian membuat keputusan yang optimal. Kebutuhan hanya digunakan untuk membantu dalam memahami bagaimana pekerja membuat pilihan berdasarkan pada keyakinan persepsi dan nilai-nilai mereka.
Empat asumsi mengenai perilaku organisasi menurut David Nadler dan Edward Lawler :
 Perilaku ditentukan oleh kombinasi antara faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang dan faktor-faktor yang tedapat di lingkungan.
 Perilaku dalam organisasi merupakan tindakan sadar dari seseorang, dengan kata lain perilaku seseorang adalah hasil dari sebuah keputusan yang sudah diperhitungkan oleh orang tersebut
 Orang mempunyai kebutuhan, keinginan dan tujuan yang berbeda.
 Orang memilih satu dari beberapa alternatif perilaku berdasarkan besarnya harapan memperoleh hasil dari sebuah perilaku.
BAB III
KESIMPULAN

Keberhasilan organisasi dalam jangka panjang dengan mencerminkan pemahaman bahwa “produktivitas melalui karyawan” merupakan bagian utama yang penting dimengerti oleh manajer masa kini. Melalui tindakan-tindakan yang memotivasi karyawan untuk bekerja dengan baik akan mendorong pekerjaan manajer menjadi lebih efektif.
Seorang manajer yang menggerakkan karyawan melalui motivasi akan menciptakan kondisi dimana setiap individu merasa terinspirasi untuk bekerja keras dengan baik. Angkatan kerja yang mempunyai motivasi yang tinggi adalah penting jika kinerja yang tinggi ingin dicapai secara konsisten dalam organisasi.
Karyawan termotivasi oleh banyak faktor, tidak hanya uang atau kepuasan kerja, dan hubungan sosial, tetapi juga adanya motivasi untuk berprestasi dan memperoleh pekerjaan yang berarti. Individu ingin dan dapat bekerja lebih kreatif, mengarahkan diri dan mengendalikan diri daripada yang dituntut oleh pekerjaan mereka saat ini.
Teori pengharapan relatif lebih rumit karena harapan hasil prestasi, valensi dan harapan prestasi usaha dihubungkan dengan rantai berganda. Dalam teori ini manajer disarankan untuk berunding dengan karyawan mengenai penugasan kerja, tujuan, kebutuhan karyawan dan peluang karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan.





BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

http://elqorni.wordpress.com/2009/03/21/teori-motivasi-dalam-manajemen-sdm/
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/psikologi-industri/motivasi-kerja-dan-kepuasan-kerja/
http://wangmuba.com/2009/02/18/teori-harapan-expectancy/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/11/teori-motivasi-teori-drive-reinforcement-teori-harapan/
http://pksm.mercubuana.ac.id/
Prawirosentono, Suyudi. 1999. Manajemen Sumberdaya Manusia: Kebijakan Kinerja Karyawan, Edisi Pertama. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta.
Nasrudin, endin.2010. psikologi Manajemen, cetakan pertama. CV Pustaka Setia. Bandung.

Kesimpulan Optimisme Pada Penderita Diabetes mellitus yang Berusia Lanjut

Diabetes Mellitus adalah suatu kondisi, di mana kadar gula di dalam darah lebih tinggi dari biasa/normal. (Normal: 60 mg/dl sampai dengan 145 mg/dl), ini disebabkan tidak dapatnya gula memasuki sel-sel. Ini terjadi karena tidak terdapat atau kekurangan atau resisten terhadap insulin. Diabetes adalah suatu kondisi yang berjalan lama, disebabkan oleh kadar gula yang tinggi dalam darah. Diabetes dapat dikontrol.
Kadar gula dalam darah akan kembali seperti biasa atau normal, dengan merubah beberapa kebiasaan hidup seseorang yaitu : mengikuti suatu susunan makanan yang sehat dan makan secara teratur, mengawasi/menjaga berat badan, memakan obat resep dokter, olahraga secara teratur (Bakar-Tobing, 2006).
Pengobatan pada pasien DM lanjut usia biasanya dengan menggunakan obat obatan anti diabetik oral. Pengobatan ini harus diimbangi dengan diet untuk menguruskan tanpa gula (reducing diet). Sekedar diketahui dalam keadaan basal diperlukan jumlah kalori per hari sebanyak BB ideal x (25-30) kalori. Olah raga merupakan hal yang sangat dianjurkan terutama olah raga seperti aerobik (jalan/sepeda) secara teratur. Terkadang pengaturan diet dan olah raga merupakan pilihan pertama, bila kedua cara ini gagal baru diberikan obat anti diabetik oral. Yang perlu diingat, pada usia lanjut dianjurkan pemberian obat anti diabetik oral dengan kerja yang cepat sebab pada usia ini sering penderita kedapatan lupa makan, hal ini berbahaya karena bisa menyebabkan hipoglikemia bila diberikan obat anti diabetik dengan masa kerja lama (2007)
Epitectus (dalam Farida, 2002) mengatakan bahwa bila individu mengalami peristiwa yang tidak mengenakkan, sebenarnya yang mengganggu bukanlah peristiwa itu sendiri melainkan cara memandang peristiwa tersebut. Individu yang berpikir negatif cenderung untuk mempercayai bahwa peristiwa-peristiwa yang tidak mengenakkan akan berlangsung lama dan akan melemahkan hal-hal yang sedang dikerjakannya. Individu yang berpikir positif cenderung memandang ketidakberhasilan dari segi sebaliknya. Individu tersebut percaya bahwa kegagalan bukanlah kesalahannya, tetapi terdapat andil dari faktor lingkungan Seligman (dalam Farida, 2002).
Bagi penderita diabetes mellitus, ada beberapa pencegahan dan penatalaksanaan penyakit diabetes, yaitu ada bukti memadai bahwa makan makanan yang rendah indeks glikemik secara klinis akan membantu penyembuhan dan pencegahan peyakit diabete, maka disarankan untuk melakukan diet pada orang orang yang mempunyai faktor resiko, bagi yang telah terdiagnosis, supaya menghindari kemungkinan komplikasi jangka pendek maupun jangka panjang yang berkaitan dengan diabetes.
Ada peran yang sangat penting bagi pasien adalah dukungan diet, latihan berpikir positif dan optimis, pemantauan glukosa darah, dengan harapan agar kadar glukosa darah dalam batas-batas yang dapat normal, serta pengontrolan diperlukan untuk mengurangi risiko komplikasi jangka panjang. Hal ini secara teoritis dapat dicapai dengan kombinasi diet, olah raga dan penurunan berat badan (tipe 2), dilanjutkan pemberian berbagai obat diabetes oral dan pemberian insulin jika telah memasuki tahap yang lebih berat seperti pada Diabetes tipe 1 dan tipe 2 yang sudah tidak mempan lagi dengan pengobatan diabetic oral (Ikrar, 2009).
Setiap individu mempunyai kebiasaan berpikir tentang penyebab suatu peristiwa sebagai suatu ciri kepribadian yang disebut explanatory style (Seligman, 1995). Berdasarkan explanatory style (gaya penjelasan) ini maka dapat dibedakan individu yang optimis dan pesimis. Ahli lain menggunakan istilah berpikir positif untuk menunjuk arti yang sama dengan optimisme. Peale (dalam Lestari, 1994) mengatakan bahwa berpikir positif merupakan suatu bentuk berpikir yang berusaha untuk mencapai hasil terbaik dari keadaan terburuk. Optimistik adalah individu yang periang dan meyakinkan dirinya dan individu lain bahwa segalagalanya akan berakhir dengan baik. Lebih lanjut Random House Dictionary Shapiro (dalam Aldita, 2004) mendefinisikan optimisme sebagai kecenderungan untuk memandang segala sesuatu dari segi dan kondisi baiknya dan mengharapkan hasil yang paling memuaskan.
Kekuatan dari rasa optimis masing-masing individu memang berbeda, ada yang sangat kuat dan ada yang lemah. Menurut Ginnis (1990) orang yang optimis adalah orang yang merasa yakin bahwa dirinya mempunyai kekuatan untuk mengendalikan dunia mereka. Rasa optimis merupakan paduan antara dorongandorongan baik fisik dan psikis dalam mempertahankan diri dan mengembangan diri pada setiap proses perkembangan manusia.
Seiring dengan hal itu, orang yang optimis dan pesimis juga mempunyai cara pandang yang berbeda dalam menghadapi masa depan. Orang yang mempunyai rasa optimis mampu memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dengan ketekunan dan kemampuan berpikir/ berimajinasi/ berapresiasi dan sikap tidak mudah menyerah maupun putus asa. Sedangkan individu yang mempunyai pikiran pesimis akan selalu patah semangat, dan dalam menghadapi rintangan-rintangannya tersebut dianggap suatu kegagalan dan akan menganggap hidupnya menjadi bermasalah.

Optimisme pada penderita Diabetes Mellitus yang berusia lanjut

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Pada zaman sekarang ini banyak yang menderita diabetes mellitus. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, bahwa 177 juta penduduk dunia mengidap diabetes. Jumlah ini akan meningkat hingga melebihi 300 juta pada tahun 2025. Dr. Paul Zimmet, direktur dari Internasional Diabetes Institute (IDI) di Victoria, Australia, meramalkan bahwa diabetes akan menjadi epidemik yang paling dahsyat dalam sejarah manusia. Diabetes juga menyebar lebih cepat di asia dibandingkan daerah mana pun di seluruh dunia. Tahun 2025 nanti penderitanya di Asia akan mencapai 170 juta, dimana 100 juta sendiri akan berasal dari India dan RRC. Kebanyakan Negara-negara Asia khususnya Indonesia sangat tidak siap menghadapi krisis kesehatan ini, dengan konsekuensi akan membludaknya rumah sakit dan tergencetnya anggaran belanja nasional untuk kesehatan (Hadibroto, 2004).
Secara harafiah, diabetes mellitus berarti “manis seperti madu”. Diabetes terjadi karena ketidakmampuan tubuh mengubah makanan menjadi energi. Diabetes mellitus adalah suatu penyakit, di mana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah mempunyai kadar yang tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup. Pada tubuh yang sehat, pankreas melepas hormon insulin yang bertugas mengangkut gula melalui darah ke otot-otot dan jaringan lain untuk memasok energi (Arora, 2007).




Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas dan bertanggung jawab dalam mempertahankan kadar gula darah yag normal. Insulin memasukkan gula ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi. Sedangkan pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh hewan maupun manusia. Panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm, dan beratnya rata-rata 60-90 gram (Nabyl, 2009).
Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang berbentuk usus. Pankreas sendiri terdiri dari dua jaringan utama, yaitu: asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum, dan pulau langerhans yang tidak mengeluarkan sekresinya keluar, tetapi melakukan sekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau-pulau langerhans yang menjadi system endokrinologis dari pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 persen dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Pulau langerhans manusia mengandung tiga jeis sel utama, yaitu : pertama, sel-sel A (Alpha). Jumlahnya sekitar 20-40 persen. Sel ini memproduksi glukagon yang menjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai anti-insulin like activity. Kedua, sel-sel B (Beta). Jumlahnya sekitar 60-80 persen, bertugas membuat insulin. Dan yang terakhir, sel-sel D (Delta). Jumlahnya sekitar 5-15 persen, bertugas membuat somatostatin. Masing-masing sel tersebut dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop, pulau-pulau langerhans ini tampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita diabetes mellitus, sel beta sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal, dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi. Insulin sendiri merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia.


Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan (perangkai) yang terdiri dari disulfide. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4-7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insuin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar didalam membran sel. Insulin disintesis oleh sel beta pankreas dari proinsulin dan disimpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat di atas 100mg/100ml darah, maka sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, maka produksi insulin akan menurun. Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestinal merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda.
Fungsi metabolisme utama insulin adalah untuk meningkatkan kecepatan transportasi glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel-sel otot, fibroblast, dan sel lemak. Peningkatan kadar gula darah setelah makan atau minum merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan. Pada saat melakukan aktivitas fisik, kadar gula darah juga bisa menurun karena otot menggunakan glukosa untuk energi.
Menurut kriteria diagnostic PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) pada tahun 2006, seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa >126 mg/dL dan pada tes sewaktu >200 mg/dL. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu dua jam. Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140mg/dL pada dua jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya.


Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif (bertahap) setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif bergerak. Peningkatan kadar gula darah setelah makan atau minum merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan. Adapun cara lainnya untuk menurunkan kadar gula darah adalah dengan melakukan aktivitas fisik seperti berolah raga karena otot menggunakan glukosa dalam darah untuk dijadikan energi.
Sedikitnya setengah dari populasi penderita diabetes lanjut usia tidak mengetahui kalau mereka menderita diabetes karena hal itu dianggap merupakan perubahan fisiologis yang berhubungan dengan pertambahan usia. Diabetes mellitus pada lanjut usia umumnya adalah diabetes tipe yang tidak tergantung insulin (NIDDM). Prevalensi diabetes mellitus makin meningkat pada lanjut usia. Meningkatnya prevalensi diabetes mellitus di beberapa Negara berkembang akibat peningkatan kemakmuran di Negara yang bersangkutan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota besar menyebabkan peningkatan prevalensi peyakit degeneratif. Penemuan diagnosa dini dan penanganan yang adekuat pada lanjut usia yang menderita diabetes mellitus dipandang cukup penting artinya bagi kelangsungan hidup penderita.
Selain itu skrining pada lanjut usia yang termasuk resiko tinggi untuk menderita diabetes mellitus juga sebaiknya dilakukan untuk menghindari terjadinya penyakit ataupun menghindari komplikasi yang lebih lanjut. Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan meningkatnya umur maka toleransi terhadap glukosa juga meningkat. Jadi untuk golongan lanjut usia diperlukan batas glukosa darah yang lebih tinggi daripada batas yang dipakai untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus pada orang dewasa yang bukan merupakan golongan lanjut usia. Intoleransi glukosa pada lanjut usia berkaitan dengan obesitas, aktivitas fisik yang kurang, berkurangya massa otot, penyakit penyerta, penggunaan obat-obatan, di samping karena pada lanjut usia suda terjadi penurunan sekresi insulin dan resistensi insulin.

Pada lebih 50% lanjut usia di atas 60 tahun yang tanpa keluhan ditemukan hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal, namun intoleransi glukosa ini masih belum dapat dikatakan diabetes mellitus. Peningkatan kadar gula darah pada lanjut usia disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang, perubahan karena lanjut usia sendiri yang berkaitan dengan resistensi insulin akibat kurangnya massa otot dan perubahan vaskular, aktivitas fisik yang berkurang, banyak makan, badan kegemukan, keberadaan penyakit lain, sering menderita stress,operasi, sering menggunakan bermacam-macam obat-obatan, dan adanya faktor keturunan.
Banyak penderita diabetes yang mengalami tekanan psikologis akibat terlalu memikirkan penyakit yang diderita tanpa tahu kapan akan sembuh. Dalam situasi seperti ini, sikap yang diperlukan oleh penderita diabetes adalah optimisme. Seorang penderita diabetes yang optimis akan memandang penyakit tersebut sebagai suatu tantangan hidup yang harus dihadapi dan akan membuat seorang penderita diabetes menghadapi situasi tidak menyenangkan mengenai penyakitnya dengan cara positif dan produktif.
Optimisme merupakan sikap selalu mempunyai harapan baik dalam segala hal serta kecenderungan untuk mengharapkan hasil yang menyenangkan. Seorang yang berfikiran positif atau berfikiran secara optimis tidak menganggap kegagalan itu bersifat permanen. Menurut Segerestrom (1998) optimisme adalah cara berfikir yang positif dan realistis dalam memandang suatu masalah. Berfikir positif adalah berusaha mencari hal terbaik keadaan terburuk. Optimisme dapat membantu meningkatkan kesehatan secara psikologis, memiliki perasaan yang baik, melakukan penyelesaian masalah dengan cara meningkatkan kekebalan tubuh juga. Orang lanjut usia yang menginginkan masa tua yang baik tidak akan merasa puas dengan keadaannya sekarang, ia akan selalu membuat situasi lain yang lebih baik, sehingga dapat mendorongnya mengerahkan kemampuan, kekuatan serta usaha yang dimiliki untuk mencapai situasi tersebut.



Hanya orang lanjut usia yang optimis mampu memandang masa tua dengan penuh semangat dan harapan, akan mampu meraih keberhasilan dalam mengembangkan diri secara maksimal (Aldita,2004). Optimisme yang dimiliki seseorang mampu mengarahkan setiap perilakunya untuk mewujudkan keinginan tersebut. Optimisme akan membawa bagaimana individu belajar lebih realistis untuk melihat suatu peristiwa dan masa tua, dapat membantu dalam menghadapi kondisi sulit dalam kehidupan serta mampu mengerjakan sesuatu menjadi lebih baik seperti dalam pekerjaan, pendidikan, dan hubungan sosial (Aldita, 2004). Dengan demikian orang yang berhasil adalah mereka yang selalu punya rasa optimis, ide segar dan inovasi-inovasi baru.
Pengetahuan seseorang tentang masa tua tidak dapat diuji atau dibenarkan dengan cara yang sama sebagaimana pengetahuan tentang masa lampau. Kemampuan untuk membentuk masa tua dimiliki oleh semua individu. Setiap orang pasti menginginkan suatu perubahan dimasa tuanya. Untuk itu setiap orang lanjut usia perlu merasa optimis dan memiliki semangat yang tinggi serta berusaha mengupayakan agar memiliki masa tua yang indah. Oleh karenanya sesseorang akan berusaha secara nyata untuk meraih masa tua yang diinginkan (Aldita,2004).
Shapiro (dalam Nugroho, 2006) menyatakan bahwa optimisme masa depan merupakan kecenderungan untuk memandang segala sesuatu dari segi dan kondisi baiknya serta mengharapkan hasil yang paling memuaskan. Sudarsono (2000) mengatakan bahwa lingkungan sosial terdekat manusia adalah keluarga. Keluarga adalah instansi pertama yang memberikan pengaruh terhadap sosialisasi setiap anggotanya yang kemudian akan membentuk kepribadiannya. Pradana Suwondo (1994) yang menyatakan bahwa Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronik yang tidak dapat sembuh, tetapi kadar glukosa dalam darah dapat terkendali, sehingga diharapkan dapat terhindar dari komplikasi akut. Pasien diabetes mellitus selalu didorong untuk tidak mengambil sikap berbeda dengan orang-orang sekitar dan lingkungannya. Mereka dapat melakukan hal yang sama seperti orang tanpa diabetes. Optimisme pada penderita Diabetes Mellitus juga dapat terjadi dengan adanya dukungan dari lingkungan sosial, dan lingkungan terdekat manusia adalah keluarga. Peran keluarga sangat penting bagi penderita Diabetes Mellitus agar memiliki optimisme yang besar.

B. PERTANYAAN PENELITIAN
1. Bagaimana gambaran optimisme pada penderita diabetes mellitus yang berusia lanjut?
2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan munculnya optimisme pada penderita diabetes melitus pada usia lanjut?

C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai dampak diabetes mellitus pada usia lanjut dan proses optimisme dapat terbentuk, mengetahui bentuk-bentuk optimisme yang dimiliki pederita diabetes mellitus terutama di usia lanjut, serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi optimisme penderita diabetes mellitus pada usia lanjut

D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat, yaitu : manfaat secara teoritis, manfaat secara praktis, manfaat untuk penderita diabetes mellitus, manfaat untuk mansyarakat, dan juga manfaat untuk peneliti-peneliti yang lain.
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan psikologi, khususnya ilmu psikologi kepribadian yang terkait dengan optimisme. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis
Sebagai referensi bagi para lanjut usia yang mengalami diabetes mellitus agar mendapatkan gambaran mengenai diabetes mellitus serta cara menyikapi penyakit tersebut dengan sikap optimisme. Sebagai bahan referensi bagi keluarga, agar dapat memberikan informasi tentang optimisme pada penderita diabetes mellitus. Hal ini bertujuan agar para lanjut usia yang mengalami diabetes mellitus dapat menerima keadaan tubuh atau fisiknya secara optimis atau baik.
3. Manfaat Untuk Penderita Diabetes Mellitus
Bagi para penderita diabetes mellitus, penelitian ini dapat menjadi wacana pengetahuan arti pentingnya optimisme penderita diabetes mellitus dalam menjalani kegiatan, karena optimisme memiliki peranan penting dan merupakan dasar untuk menggerakkan perbuatan atau perilaku seseorang dalam melakukan kegiatan.
4. Manfaat Untuk Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi kepada masyarakat umum, agar masyarakat mengetahui tentang penyakit diabetes mellitus.
5. Manfaat Untuk Peneliti-Peneliti yang Lain
Penelitian ini diharapkan dapat membantu para peneliti lain yang meneliti optimisme pada penderita diabetes mellitus yang berusia lanjut, dan diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi kepada para peneliti yang lainnya.

PERILAKU MEMBUANG SAMPAH SEMBARANGAN SEBAGAI MASALAH SOSIAL DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN
Masalah sampah rasanya tidak kunjung bisa diselesaikan dengan tuntas. Meskipun sudah banyak upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah. Sampah tetap saja terlihat menumpuk di mana-mana. Masyarakat masih suka membuang sampah sembarangan. Tempat sampah khusus sudah disediakan: tempat sampah khusus bahan organik, tempat sampah khusus plastik, dan tempat sampah khusus logam. Anehnya tempat sampah itu sepertinya tidak berfungsi. Tempat sampah organik isinya plastik, sandal, dan sampah-sampah lain campur jadi satu.
Seperti yang diketahui bersama, setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia akan menimbulkan zat buang. Baik berupa gas, cair, maupun padat. Buangan berbentuk padat biasa kita sebut sebagai sampah. Dengan pertambahan penduduk Indonesia yang semakin meningkat, maka timbulan sampah yang dihasilkanpun juga meningkat. Menyusuri Jabodetabek, berarti harus menyiapkan diri untuk menyusuri jejak-jejak pemukiman sampah di tengah pemukiman warga. Bukan hal baru, masalah sampah yang dibuang tidak pada tempatnya menjadi boomerang bagi umat manusia.
Kesadaran yang sangat penuh dari tiap-tiap insan terkadang jarang tercermin dari kesehariannya. Oleh karena itulah, belakangan ini banyak grup, lembaga profit maupun non profit bahkan pribadi-pribadi yang “ringan tangan” dan “ramah” mulai menggerakkan komunitasnya untuk turun secara aktif membersihkan sampah. Caranya bermacam-macam, mulai dari orang yang diam-diam mengelola sampah pribadi di rumah maupun ketika dimana saja, sampai teriakan lantang dan sapaan ramah penggiat lingkungan memberikan selebaran untuk dibaca orang banyak. Mirisnya, hal itu belum menyentuh semua lapisan masyarakat.

II. PENYEBAB ORANG MEMBUANG SAMPAH SEMBARANGAN
Penyebab utama bagaimana perilaku membuang sampah sembarangan ini bisa terbentuk dan bertahan kuat di dalam perilaku kita adalah:
a. sistem belief masyarakat terhadap perilaku membuang sampah.
Kemungkinan di dalam pikiran alam bawah sadar, masyarakat menganggap bahwa membuang sampah sembarangan ini bukan sesuatu hal yang salah dan wajar untuk dilakukan. Sangatlah mungkin masyarakat merasa bahwa perilaku membuang sampah sembarangan ini bukan suatu hal yang salah dan tidak berdosa.
b. Norma dari lingkungan sekitar seperti keluarga, tetangga, sekolah, lingkungan kampus, atau bahkan di tempat-tempat pekerjaan.
Pengaruh lingkungan merupakan suatu faktor besar di dalam munculnya suatu perilaku. Perilaku membuang sampah sembarangan ini tentu tidak akan pernah lepas dari pengaruh lingkungan sekitar. Saat ini, dalam menangggapi masalah pembuangan sampah sembarangan sudah menjadi pola perilaku di masyarakat yang “biasa” atau legal karena semua orang melakukannya. Secara tidak sadar maka perilaku membuang sampah sembarangan akan menjadi suatu bentukan perilaku yang terinternalisasi di dalam pikiran bahwa membuang sampah sembarangan bukanlah hal yang salah. Perlu diingat, cara seseorang manusia belajar yang paling mudah adalah dengan imitasi dan sebagain besar masyarakat belajar suatu perilaku adalah dengan imitasi.
c. Perceived behavior control
Seseorang akan melakukan suatu tindakan yang dirasa lebih mudah untuk dilakukannya karena tersedianya sumber daya. Jadi, orang tidak akan membuang sampah sembarangan bila tersedia banyak tempat sampah di pinggir jalan.

III. PERUBAHAN PARADIGMA SAMPAH

Selama ini program-program pengelolaan sampah lebih terfokus pada bagaimana mengolah sampah-sampah. Tidak ada yang salah, tetapi program-program itu melupakan sisi yang lain. Atau, paling tidak ‘menganak tirikan’ sisi yang tidak kalah pentingnya, yaitu: orang yang menghasilkan sampah. Sebenarnya jika masalah yang ada di ‘orangnya’ bisa diselesaikan, masalah-masalah sampah tidak akan terjadi.

Masyarakat memiliki karakter dan perilaku yang buruk tentang sampah. Masyarakat Indonesia terkenal dengan sikapnya ‘BUANG SAMPAH SEMBARANGAN’. Karakter ini sepanjang pengamatan tidak mengenal status sosial atau pun tingkat pendidikan. Kalau diperhatikan di kampus-kampus atau di kantor-kantor yang umumnya lulusan perguruan tinggi masih banyak orang yang membuang sampah sembarangan. Kadang-kadang di jalan, ada orang naik mobil Mercy membuang sampah sembarangan dari jendela mobilnya.

Merubah perilaku masyarakat bukan pekerjaan yang mudah. Upaya ini memerlukan waktu yang lama dan terus menerus. Perubahan perilaku dapat dilakukan melalui dunia pendidikan. Anak-anak didik sejak mulai dari TK sampai Perguruan Tinggi. Mereka sudah mulai diajarkan untuk membuang sampah pada tempatnya. Mereka diajari untuk membuang sampah plastik di tempat sampah plastik, sampah daun di tempat sampah organik, dan seterusnya. Mereka juga diberi pemahaman tentang akibat-akibat buruk membuang sampah sembarangan. Para guru dan pendidik harus dapat memberikan contoh/teladan membuang sampah pada tempatnya.

Pendidikan bisa juga dilakukan untuk masyarakat umum. Misalnya dengan cara penyebaran leaflet tentang membuang sampah yang baik, tulisan-tulisan di media massa, atau iklan-iklan layanan masyarakat di televisi. Materi-materi ini harus disampaikan secara menarik dan tidak monoton. Dan yang penting adalah berkesinambungan. Tidak hanya sebentar atau musim-musiman saja. Bisa saja iklan layanan ini diselipkan di iklan-iklan komersial, atau di acara sinetron, acara talk show atau di cerita-cerita televisi.

Pemerintah bisa menyelengarakan pelatihan, penyuluhan, atau seminar-seminar tentang pengelolaan sampah. Proses penyadaran dilakukan di seluruh lapisan masyarakat. Proses penyadaran dimulai dari aparat pemerintahan kemudian ke desa dan lanjut ke masyarakat. Perusahaan-perusahaan bisa menyalurkan sebagian dana CSR untuk program-program penyadaran masyarakat tentang pengelolaan sampah yang baik.

Program-program pemerintah yang sudah berjalan, seperti penghargaan KALPATARU dan ADIPURA dapat digalakkan kembali. Hadiahnya diperbesar sehingga lebih menarik daerah-daerah untuk meraih penghargaan tersebut. Demikian pula perlu diberikan penghargaan-penghargaan lain untuk perorangan atau kelompok-kelompok masyarakat yang telah berhasil mengelola sampah dengan baik. Di tingkat wilayah yang lebih kecil bisa dilaksanakan lomba-lomba kebersihan. Misalnya: tingkat kampung, tingkat desa, tingkat sekolah, dan lain-lain.

Dari kegiatan-kegiatan di atas secara bertahap diharapkan terjadi perubahan perilaku masyarakat. Masyarakat tidak lagi membuang sampah sembarangan. Masyarakat tidak membuang sampah di selokan atau saluran air. Masyarakat membuang sampah pada tempatnya. Masyarakat mulai memisah-misahkan sampah sesuai kelompoknya: organik, plastik, logam, dan kaca. Masyarakat tidak lagi membakar sampah. Dan yang lebih penting muncul ’social control’ dari masyarakat itu sendiri untuk mengelola sampah dengan baik. Misalnya saja ada semacam hukuman sosial jika ada orang yang membuang sampah sembarangan. Atau orang akan menegur orang lain yang membuang sampah sembarangan. Lebih jauh lagi, orang malu dan takut membuang sampah sembarangan.

IV. SOLUSI AGAR SAMPAH DAPAT BERKURANG
Ada beberapa hal yang bisa kita dilakukan oleh masyarakat untuk meminimalkan timbunan sampah yang dihasilkan, yaitu:


1. Kurangi pola konsumsi / belanja yang berlebihan.
2. Usahakan untuk tidak membungkus makanan dan membawa pulang kerumah. Bila anda bisa makan di tempat penjual makanan, kenapa anda harus membungkusnya yang justru akan menambah timbulan sampah dirumah anda?
3. Menggunakan produk dengan sistem sewa/pinjam. Misalnya, anda ingin menonton film yang sudah tidak diputar dibioskop, maka utamakan untuk meminjam/menyewa. Kenapa? karena meskipun anda membeli dvd/cd dengan alasan untuk koleksi, namun dikemudian hari pasti cd/dvd tersebut akan menjadi sampah. dan anda juga pasti tau sampah plastik seperti itu akan sulit diurai oleh alam.
4. Menggunakan produk dengan sistem refill.
5. Melakukan pemilahan sampah. Sediakan tempat khusus untuk sampah plastik/kertas/kaca/kaleng yang mungkin masih bernilai ekonomis yang nantinya bisa anda jual.
6. Memanfaatkan kembali barang bekas. Misal, botol kaca bekas syrup bisa digunakan untuk tempat air atau mungkin anda bisa melakukan hal-hal kreatif terhada barang tersebut.
7. Sebisa mungkin melakukan komposting terhadap sampah kebun dan sampah basah sehingga bisa digunakan sebagai pupuk untuk kebun/taman sendiri atau dijual.
8. Jangan pernah bosan mengingatkan diri sendiri, teman, dan keluarga untuk melakukan hal-hal diatas.
9. Jangan pernah merasa bahwa apa yang anda lakukan ini sia-sia. Memang dampak bagi anda mungkin kecil, tapi jika setiap orang melakukan hal ini, maka bisa jadi apa yang kita lakukan diatas dapat mengurangi jumlah sampah yang harus dibuang ke TPA.
Tanpa mengubah persepsi tentang sampah maka peran serta masyarakat dalam menanggulangi masalah sampah akan terbatas. Sebab masalah sampah hanya mampu diatasi lewat sinergi antara kebijakan pemerintah bersama kepedulian masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan terdekat dan terkecil.

Namun mengapa hal ini belum mampu untuk mengubah masyarakat didalamnya untuk membuang sampah pada tempatnya. Untuk merubah hal luar biasa ini harus dengan cara yang luar biasa pula. Dimulai dengan penambahan sarana kebersihan dengan penambahan tempat sampah di tempat-tempat yang strategis. Pendidikan sejak usia dini, karena akan lebih mudah untuk membentuk karakter cinta lingkungan.
Penyuluhan akan pentingnya menjaga kebersihan, disertai dampak negatif yang dihasilkan karena membuang sampah sembarangan, sampai dengan penetapan sanksi walaupun hal ini terasa berat namun hal ini penting untuk dilaksanakan untuk kebaikan bersama.

Strwberry Smoothie

Bahan:
• 250 gr strawberry segar, cuci, potong dadu
• 100 cc yoghurt rasa vanilla
• 100 cc susu kental manis
• 50 cc sirup vanili
• Es batu secukupnya

Cara membuat:
1. Strawberry, yoghurt, susu kental manis, sirup vanilli, blender hingga halus.
2. Tambahkan es batu.
3. Blender lagi hingga halus.
4. Hidangkan.

Pudding Mangga

Bahan:
• 300 gram daging buah mangga arummanis, potong dadu.
• 100 ml susu segar.
• 1 bks agar-agar bubuk putih
• 75 gram gula pasir
• 4 putih telur ayam

Cara membuat:
1. Masukkan potongan mangga dalam mangkuk blender, tambahkan air secukupnya.
2. Proses hingga halus, ukur hingga menjadi 500 ml.
3. Tuangkan dalam panic, tambahkan susu, agar-agar dan gula.
4. Masak hingga mendidih dan kental. Angkat.
5. Kocok putih telur hingga kaku.
6. Masukkan adonan mangga sambil dikocok rata.
7. Tuangkan dalam cetakan.
8. Biarkan hingga dingin dan keras, sajikan.

Es Kopyor

Bahan:
• 1 liter santan kental
• 2 bungkus agar-agar putih
• ½ sdt garam halus
• 100 gram gula pasir
• Es batu utuh/ biarkan pecahan besar-besar
• Sirup coco pandan secukupnya
• Susu kental manis putih secukupnya
Cara membuat:
1. Masak santan, agar-agar dan garam, tambahkan gula.
2. Biarkan sampai mendidih, kemudian angkat.
3. Aduk perlahan, jangan sampai santan pecah.
4. Tuang adonan panas sesendok demi sesendok ke atas es batu.
5. Aduk adonan sesekali agar tidak menggumpal, sehingga bentuknya pipih hancur mirip kopyor asli.
6. Lakukan hingga adonan agar-agar habis dan es batu agak mencair.
7. Sendokkan kopyor agar-agar ke dalam gelas saji, beri pecahan es batu.
8. Siram dengan sirup coco pandan dan beri susu kental manis putih.

BATAGOR (Baso tahu goreng)

Bahan:
• 6 buah tahu putih ukuran 4x4x2 potong diagonal
• Minyak goreng secukupnya
• Adonan isi
• 75 gram daging ikan tenggiri, haluskan
• 75 gram udang kupas, cincang halus
• 1 butir telur kocok
• 3 sendok makan tepung kanji
• 2 batang daun bawang, iris tipis
• 2 batang seledri, cincang
• 1 siung bawang putih, cincang
• ½ sendok teh garam
• ½ sendok teh merica bubuk

Saus kacang:
• 100 gram kacang tanah, sangrai, haluskan
• 1 sendok teh garam
• 2 sendok makan gula pasir
• 3 sendok makan air
• 2 sendok makan saus cabai
• 2 sendok makan nanas parut
• ½ sendok teh cuka

Pelengkap:
• Kecap manis
• Saus cabai
• Jeruk limau



Cara membuat:
1. Campur ikan, udang, telur dan tepung kanji sampai adonan rata.
2. Tambahkan daun bawang, seledri, bawang putih, garam dan merica, aduk rata.
3. Pisahkan adonan menjadi dua bagian. Satu bagian untuk isi tahu dan satu bagian untuk bakso.
4. Lubangi potongan tahu, sisihkan remahannya.
5. Campurkan ½ bagian adonan isi dengan remahan tahu, masukkan kembali ke dalam tahu.
6. Goreng tahu ke dalam wajan berisi minyak panas.
7. Setengah adonan sisa, bentuk dengan sendok menjadi bulatan bakso,kemuadian goreng.

Saus kacang:
1. Campur kacang halus, garam dan gula.
2. Tambahkan air, saus cabai, nanas parut.
3. Bila perlu tambahkan cuka.

Pisang Karamel

Bahan:
• 12 buah pisang mas (bisa diganti dengan pisang ambon, atau sesuai selera)
• 100 gram brown sugar
• 50 gram kismis
• 75 gram mentega
• ¼ sendok teh kayu manis bubuk
• 125 cc air
Saus:
• 1 sendok makan mentega tawar
• 2 sendok makan gula pasir
• 3 sendok makan kacang almond keping (bisa diganti dengan kacang biasa)
Cara membuat:
1. Masak air dan kismis di atas api kecil hingga mendidih, lalu angkat.
2. Diamkan sebentar, tiriskan dan sisihkan.
3. Masak mentega dan brown sugar di atas api kecil hingga larut.
4. Masukkan pisang, masak hingga berubah warna, balik.
5. Taburi bubuk kayu manis dan kismis, aduk rata.
6. Biarkan hingga pisang betul-betul masak, sisihkan.
Cara membuat caramel:
1. Lelehkan mentega, tambahkan 1 sendok makan gula pasir, aduk rata.
2. Masukkan kacang almond, aduk hingga masak. Angkat, taburi sisa gula, sisihkan.
3. Hidangkan pisang pada piring saji dan tuangi dengan caramel di atasnya.

AYAM BAKAR MADU

Bahan:
•1 ekor ayam yang sudah dipotong-potong
•1½ sendok teh garam
•1 sendok makan air jeruk nipis
•½ buah bawang Bombay, cincang halus
•4 sendok makan madu
•1 sendok teh pala bubuk
•1 sendok makan saus tomat
•1 sendok makan air jeruk lemon
•2 sendok makan gula palem
•½ sendok teh lada bubuk
•450 cc air
•3 sendok makan mentega untuk menumis
Cara Membuat:
1.Lumuri ayam dengan garam secukupnya, serta air jeruk nipis. Tusuk-tusuk dan diamkan selama dua jam.
2.Tumis bawang Bombay hingga harum, masukkan ayam.
3.Aduk-aduk, masukkan madu, pala, gula palem, saus tomat, air jeruk lemon, garam, lada, kemudian aduk rata.
4.Tuangkan air ke dalam tumisan ayam sambil aduk-aduk hingga sisa air menyusut,angkat ayam.
5.Taruh ayam dalam oven dengan suhu 150°C, selama 25 menit hingga masak.
6.Angkat dan olesi dengan madu. Hidangkan.